Judul : Konsep Riba dalam Perspektif Non Muslim
link : Konsep Riba dalam Perspektif Non Muslim
Konsep Riba dalam Perspektif Non Muslim
Riba Perspektif Non Muslim - Klaim tentang hukum bunga bank yang dikemukakan oleh para ulama berakar dari perbedaan penafsiran mereka terhadap nash yang berbicara tentang riba. Sehingga masing-masing kelompok memiliki argumentasi yang diyakininya benar. Terlebih masalah bunga bank termasuk masalah ijtihad. Namun realitas yang ada bagi umat Islam termasuk di Indonesia sudah menjadi terbiasa hidup dewngan bunga bank tanpa ada perasaan risih dan tidak menganggap bank itu sesuatu yang terpaksa atau darurat.
www.imgrum.net
Definisi Riba
Menurut ulama Hanafiah, riba adalah nilai lebih yang tidak ada pada barang yang ditukar berdasarkan ukurtan Syar’i yang dipersyaratkan kepada salah satu pihak yang berakad pada saat transaksi.
Nilai lebih adalah tambahan, baik yang bersifat haqiqi maupun yang bersifat hukmi. Contoh nilai lebih yang bersifat haqiqi adalah, seseorang menjual satu sha’ gandum dengan dua sha’ gandum. Sedangakan hukmi dilakukan dengan cara mengulur waktu (penukaran). Contoh seseorang menjual satu sha’ gandum saat ini dengan satu sha’ gandum baru yang sama akan dibayarkan kemudian.
Adanya tambahan tidak termasuk jenis riba, ketika tambahan tersebut tidak dipersyaratkan. Apabila salah seorang yang berakad memberikan tambahan bukan karena dipersyaratkan, hal tersebut tidak termasuk ke dalam riba. [1]
Jenis-jenis Riba
Pada umumnya, ketika para ulama fikih membahas persoalan transaksi ribawi, mereka berbicara seputar jual-beli harta-harta ribawi yang satu dengan yang lain. Pembahasannya bias ditinjau dari segi adanya penambahan pada salah satu barang yang diperuntukkan. Selain itu, bisa dari segi ada tidaknya penangguhan dalam proses transaksi sebagaimana diketahui pada beberapa definisi riba yang telah diungkapkan di atas.[2]
Jenis-jenis Barang Ribawi
Para ahli fikih Islam telah membahas masalah riba dan jenis bartang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka yang dapat disimpulkan secara umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang rtibawi meliputi:
- Emas dan perak, baik itu dalam keadaan bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya
- Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Dalam kaitannya dengan perbankan syariah, implikasi ketentuan tukar menukar antar barang-barang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut:
- Jual beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam kadar dan jumlah yang sama. Barang tersebutpun harus diserahkan saat transaksi jual beli. Misalnya, rupiah dengan rupiah hendaklah Rp 5000,00 dengan Rp 5000,00 dan diserahkan ketika tukar-menukar
- Jualbeli barang antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat akad jual-beli. Misalnya, Rp 5000,00 dengan 1 dollar Amerika.
- Jual-beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserahkan pada saat akad. Misalnya, mata uang (emas, perak, atau kertas) dengan pakaian
- Jual-beli antara barang-barang yang bukan ribawi diperbolehkan tanpa persamaan dan diserahkan pada waktu akad, misalnya pakaian denga barang elektonik.[3]
Konsep Riba dalam Perspektif Non Muslim
Riba bukan hannya merupakan persoalan masyarakat Islam, tetapi berbagai kalangan di luar Islampun memandang serius persoalan ini. Karenanya, kajian terhadap masalah riba dapat diruntut mundur hingga lebih dari dua ribu tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahan bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
Karena itu, sepantasnya bila kajian tentang ribapun melihat perspektif darikalangan non muslim tersebut. Ada beberapa alasan mengapa pandangan dari kalangan non muslim juga perlu dikaji.
Pertama, agama Islam mengimani dan menghormati Nabi Ibrahim, Ishak, Musa, dan Isa. Nabi-nabi tersebut diimani juga oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Islam juga mengakui kedua kaum ini sebagai ahli Kitab karena kaum Yahudi dikaruniai Allah swt. kitab taurat, sedangkan kaum Kristen dikaruniai kitab Injil.
Kedua, pemikiran kaum Yahudi dan Kristen perlu dikaji karena sangat banyak tulisan mengenai bunga yang dibuat para pemuka agama tersebut.
Ketiga, pendapat orang-orang Yahudi dan Romawi juga perlu diperhatikan karena mereka mereka memberikan kontribusi yang besar pada peradaban manusia. Pendapat mereka juga mempengaruhi orang-orang Yahudi dan Kristen serta umat Islam dalam memberikan argumentasi sehubungan dengan riba.[4]
Fote Note
[1] Musthafa Dib al-Bugha, Fiqh Al-Mu’awadhah (Damaskus: Darul Musthafa, 2009), 3.
[2] Musthafa, Fiqh…, 9.
[3] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Darin Teori Ke Praktik (Depok: Gema Insani, 2001) , 42.
[4] Antonio, Bank Syariah…, 42.
Demikian sedikit ulasan tentang Konsep Riba dalam Perspektif Non Muslim semoga bermanfaat, jangan lupa komen, like and share. Terimakasih atas kunjungannya dan bagi sahabat blog ARWAVE yang menginginkan materi terkait dengan pembahasan artikel saat ini atau yang lain silahkan tulis di kotak komentar.
Terima kasih Anda sudah berkenan membaca:
Konsep Riba dalam Perspektif Non Muslim
Itulah tadi berita update Konsep Riba dalam Perspektif Non Muslim yang baru saja selesai Sobat baca, bila Anda ingin berbagi pendapat, silahkan sampaikan di kolom komentar dibawah artikel ini.
Telah selesai dibaca: Konsep Riba dalam Perspektif Non Muslim link sumber blog ini: https://beritanyaupdate.blogspot.com/2016/12/konsep-riba-dalam-perspektif-non-muslim.html
0 Response to "Konsep Riba dalam Perspektif Non Muslim"
Posting Komentar